Thursday, October 21, 2010

Stroke

STROKE

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Stroke adalah gangguan peredaran darah cerebral yang disebabkan oleh berbagai faktor dan berakibat adanya gangguan neurologis.

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)

B. Etiologi

1. Trombosis à iskemi jaringan otak serta udema dan bendungan sekitar trombus à muncul pada saat klien sedang tidur / istirahat.
2. Emboli à dapat berupa serpihan-serpihan darah yang beku, tumor, lemak / udara.
3. Perdarahan intracerebral à ruptur dinding pembuluh darah cerebral à perdarahan pada jaringan otak à akibat aterosklerosis dan hipertensi pada klien > 50 tahun.
4. Kompressi pembuluh darah otak à disebabkan karena tumor, bekuan darah yang besar dan sebagainya.

C. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)

D. Faktor Risiko Stroke

1. Hipertensi, kolesterol tinggi dan obesitas.
2. Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongesif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khusus fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif dapat menyebabkan embolisme serebral.
3. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral.
4. Diabetes dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi.
5. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok dan kadar esterogen tinggi).
6. Merokok, penyalahgunaan obat (khususnya kokain) dan konsumsi alcohol.

E. Tanda Dan Gejala Secara Umum

1. Pusing
2. Sakit Kepala
3. Koma
4. Demam
5. Hipertensi
6. Confuse, disorientasi
7. Abnormalitas hasil EKG (perpanjangan segmen S-T)
8. Gangguan memori
9. Gangguan mental lain à gangguan orientasi

F. Manifestasi Klinik

1. Arteri vertebrobasilaris
Sakit kepala, vertigo, koma, hilang memori & confuse, flaccid, paralisis, ataxia, disfungsi,saraf cranial, defisiensi fungsi visual, hilangnya sensori baal.
2. Arteri cerebri anterior
Hemiparese kontralateral, inkontinensia urine, perubahan tingkah laku dan kepribadian, aphasia, amnesia, kebingungan dan gangguan memori
3. Arteri cerebri media
Hemiparese kontralateral, afasia global dan disfagia.
4. Arteri cerebri posterior
Penurunan kesadaran s.d. kom, hemiparese kontralateral, afasia visual dan kelumpuhan saraf kranial III à kebutaan unilateral

G. Perbedaan Stroke Hemoragik, Trombosis, Dan Emboli



H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Scan tomografi komputer bermanfaat untuk membandingkan lesi serebrovaskular, dan lesi non vaskuler, misalnya hemoragi subdural, abses otak, tumor atau hemoragi intraserebral dapat dilihat pada CT scan.
2. Angiografi digunakan untuk membedakan lesi serebrovaskuler dengan lesi non vaskuler. Penting untuk diketahui apakah terdapat hemoragi karena informasi ini dapat membantu dokter memutuskan dibutuhkan pemberian antikoagulan atau tidak.
3. Pencintraan resonan magnetik (MRI) dapat juga membantu dalam membandingkan diagnosa stroke.
4. Pemeriksaan ultrasonografi atau doppler yang merupakan prosedur non invasif, sangat membantu dalam mendiagnosa sumbatan arteri karotis.
5. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke, dimana ditemukannya inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT.
6. Laboratorium
a. Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat
b. Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi à endokarditis bakterialis.
c. Analisa CSF (merah) à perdarahan sub arachnoid
7. CT Scan untuk mengetahui lokasi perdarahan, infark dan bekuan darah di daerah sub arachnoid
8. EKG : T invertit, ST depresi dan QT elevasi dan memanjang

I. Komplikasi

1. Hipoksia serebral
Fungsi otak tergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral, hipertensi atau hipotensi eksterm perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

J. Pengobatan

1. Penggunaan vasodilator dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan aliran darah otak dengan menurunkan tekanan darah sistemik dan menurunkan aliran darah anastomosis intra serebral.
2. Antikoagulasi dapat diberikan melalui intavena dan oral, namun pemberiannya harus dipantau secara terus menerus untuk mencegah overdosis obat sehingga mengakibatkan meningkatnya resiko perdarahan intra serebral.
3. Jika klien mengalami sakit kepala dan nyeri pada leher biasanya diberikan obat analgesic ringan, sejenis codein dan acetaminophen. Sering dihindari pemberian obat narkotik yang kuat, karena dapat menenangkan klien dan menyebabkan pengkajian tidak akurat.
4. Jika klien mengalami kejang, berikan obat phenytoin (dilantin) atau phenobarbaital. Hindari pemberian obat jenis barbiturate dan sedative lainnya. Jika klien demam berikan obat antipiretik.

K. Diet

1. Klien dengan gangguan serebrovaskular beresiko tinggi terhadap aspirasi, sumbatan jalan nafas dan muntah, sehingga tidak diberikan makanan melalui oral pada 24-48 jam pertama.
2. Jika klien tidak dapat makan atau minum setelah 48 jam, maka alternatif pemberian makanan dengan menggunakan selang makanan.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktifitas/ istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan dan tingkat kesadaran
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit gangguan jantung (MI, endokarditis, PJK, bakterial)
Tanda : Hipertensi arterial, disritmia pada EKG, desiran pada karotis, femoralis dan A. Iliaka
3. Elimunasi
Gejala : Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria
Tanda : Distensi abdomen, bising usus negatif
4. Makanan/cairan
Gejala : Napsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, dispagia, adanya riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Tanda : Kesulitan menelan, obesitas
5. Neurosensori
Gejala : Sinkop/pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, penurunan fungsi penglihatan, kehilangan rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah
Tanda : Tingkat kesadaran; biasanya terjadi koma pada tahap awal hemragik, gangguan tingkah laku; lethargi, kelemahan/paralysis, afasia
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena a. carotis yang terkena)
Tanda : Gelisah, ketegangan pada otot
7. Pernapasan
Gejala : Merokok (faktor risiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas, suara napas terdengar/ronhki (aspirasi sekresi), napas tidak teratur
8. Keamanan
Tanda : Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
9. Interaksi Sosial
Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
10. Penyuluhan
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko), pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol

B. Prioritas Keperawatan

1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktifitas sehari-hari
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan tindakan/rehabilitasi

C. Tujuan Pemulangan

1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat diminimalkan
2. Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan
3. Proses dan prognosis penyakit serta pengobatannya dapat dipahami.

D. Diagnosa Keperawatan, Rencana Dan Rasional

1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah; gangguan oklusif, hemoragik,; vasospasme serebral, edema serebral

a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab penurunan perfusi jaringan serebral
Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi dan sebagai acuan kewaspadaan bila tiba-tiba terjadinya penurunan kesadaran.
b. Pantau/ catat status neurologis sesering mungkin
Rasional : Mengetahui lokasi, luas dan resolusi kerusakan SSP.
c. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Bradicardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak, ketidak teraturan pernapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK
d. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi serebral.
e. Pertahankan tirah baring
Rasional : Aktifitas/stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan TIK
f. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya udema
g. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : Secara umum fungsi farmakologis dari obat yang diberikan pada kasus stroke berfungsi untuk meningkatkan aliran darah cerebral misalnya dengan mencegah pembentukan emboli, mengurangi udema dan hipertensi

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paraestesia; flaksid/paralysis spastis, kerusakan perceptual

a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal
Rasional : Memberikan informasi mengenai derajat pemulihan yang klien lalu dan membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring)
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
c. Lakukan latihan gerak aktif/pasif secara bertahap
Rasional : Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.
d. Tinggikan tangan dan kepala
Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi dan sebagai acuan kewaspadaan bila tiba-tiba terjadinya penurunan kesadaran.
e. Konsultasikan dengan ahli fisoterapi secara aktif, latihan dan ambulasi pasien
Rasional : Program khusus dapat dikembangkan dalam menjaga keseimbangan, koordinasi dan kekuatan

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral; kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot, kelelahan umum

a. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
Rasional : Membentu menemukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa tahap proses komunikasi
b. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata” atau “tunjuk pintu”) ulangi dengan kalimat/ kata yang sederhana
Rasional : Melakukan penilaian terhadap kerusakan sensorik (afasia sensorik).
c. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
Rasional : Melakukan penilaian terhadap kerusakan motorik (afasuia motorik).

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral; keruskan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot, kelelahan umum, nyeri, depresi

a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari hari
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b. Hindari melakukan sesuatu untuk klien, yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Pasien mungkin terjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan diri sendiri dan meningkatkan pemulihan
c. Sadari prilaku/ aktifitas impulsif karena gangguan dalam mengambil keputusan
Rasional : Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk meningkatkan keamanan klien
d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri klien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya
Rasional : Pasien memerlukan empati tapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten

5. Risiko tinggi terhadap/kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/perseptual

a. Tinjau ulang kemampuan menelan klien secara individual, catat luasnya paralysis fasial, gangguan lidah, kemampuan untuk melindungi jalan napas.
Rasional : Pilihan rute makanan ditentukan oleh faktor ini
b. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama makan
Rasional : Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan risiko terjadinya aspirasi
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika diperlukan
Rasional : Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
Rasional : Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
e. Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk meminum cairan
Rasional : Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko tersedak
f. Kolaborasi tentang pemberian cairan melalui IVFD dan/atau makanan melalui selang
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulutnya

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi

a. Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori
Rasional : Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/kompleksitas instruksi
b. Kaji tingkat pengetahuan pasien/orang terdekat tentang : Faktor risiko, faktor pencetus, perawatan tindak lanjut dirumah
Rasional : Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu, mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan
c. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi misalnya leaflet tentang :
1) Faktor risiko
2) Faktor pencetus
3) Perawatan tindak lanjut dirumah
Rasional : Penggunaan metode belajar yang bermacam-macam meningkatkan penyerapan materi
d. Dorong penguatan faktor risiko, pembatasan diet, aktifitas seksual dan gejala yang memerlukan perhatian medis
Rasional : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mencakup informasi dan mengasumsi kontrol/partisipasi dalam program rehabilitasi
e. Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat seperti klub jantung sehat atau program pendukung lainnya
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan penanganan dirumah dan penyesuaian terhadap kerusakan

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis/stress psikologis

a. Evaluasi adanya gangguan penglihatan
Rasional : Munculnya gangguan penglihatan dapat bertambah negatif terhadap kemampuan klien untuk menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan risiko terjadinya cedera
b. Ciptakan lingkungan yang aman, pindahkan perabot yang membahayakan
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan : menurunkan risiko terjadinya kecelakaan
c. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas dingin, tajam tumpul, posisi bagian tubuh, rasa persendian
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik fan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/poisis tubuh dan kesesuaian gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan risiko terjadinya trauma
d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien yang menurunkan risiko terjadinya trauma
e. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan pasien menyentuh dinding/batas-batas yang lainnya
Rasional : Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interpretasi stimulasi. Membantu pasiuen untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan pengunaan dari daerah yang terpengaruh
f. Hilangkaan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan
Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan sensori yang berlebihan
g. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata
Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman. Ini dapat membantu pasien untuk berkomunikasi


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Diare

D I A R E

I. Pengertian

Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kali per hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.

II. Etiologi

A. Faktor Infeksi
1. Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
2. Infeksi bakteri : Vibrio coma, Ecserchia coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas.
3. Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.
4. Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur.
5. Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alatpencernaan, sepertiOtitis Media Akut, Tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.

B. Bukan faktor infeksi
1. Alergi makanan : susu dan protein.
2. Gangguan metabolik atau malabsorbsi.
3. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.
4. Obat-obatan seperti antibiotik.
5. Penyakit usus seperti Colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis.
6. Faktor psikologis : rasa tahut dan cemas.
7. Obstruksi usus.

III. Patofisiologi

A. Gangguan osmotik
Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare).

B. Gangguan sekresi
Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan lektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.

C. Gangguan motalitas usus
Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan. Atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare.

IV. Klasifikasi diare

Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1977) :
1. Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.

V. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang timbul tergantung dari intensitas dan tipe diare, namun secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi adalah :
a. Sering buang air besar lebih dari 3 kali dan dengan jumlah 200 – 250 gr.
b. Anorexia
c. Vomiting
d. Feces encer dan terjadi perubahan warna dalam beberapa hari.
e. Terjadi perubahan tingkah laku seperti rewel, iritabel, lemah, pucat, konvulsi, flasiddity dan merasa nyeri pada saat buang air besar.
f. Respirasi cepat dan dalam.
g. Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urine menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah.

VI. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang menderita diare adalah :
1. Dehidrasi
2. Hipokalemi
3. Hipokalsemi
4. Cardiac disrythmias
5. Hiponatremi
6. Syok hipovolemik
7. Asidosis

VII. Penatalaksanaan

Dasar-dasar penatalaksanaan diare pada anak adalah : (5 D)
1. Dehidrasi
2. Diagnosis
3. Diet
4. Defisiensi disakarida
5. Drugs

Pada dehidrasi ringan diberikan :
a. Oralit + cairan
b. ASI/susu yang sesuai
c. Antibiotika (hanya kalau perlu saja)
Pada dehidrasi sedang, penderita tidak perlu dirawat dan diberikan :
a. Seperti pengobatan dehidrasi ringan
b. Bila tidak minum ASI :
1. Kurang dari 1 tahun LLM dengan takaran 1/3, 2/3 penuh ditambah oralit.
2. Untuk umur 1 tahun lebih , BB 7 kg lebih : teh, biskuit, bubur dan seterusnya selain oralit. Formula susu dihentikan dan baru dimulai lagi secara realimentasi setalh makan nasi.

Pada dehidrasi berat, penderita harus dirawat di RS.

Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang jelas. Spasmolitika dan obstipansia pada diare tidak diberikan karena tidak bermanfaat bahkan dapat memberatkan penyakit.

VIII. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Dasar data pengkajian klien :
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.
2. S i r k u l a s i
Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
3. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress akut/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi.
Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4. E l i m i n a s i
Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal.
Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
6. H i g i e n e
Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.
Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi.
8. Keamanan
Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.
Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.
9. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.
11. Penyuluhan Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit Diare.

B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Rasionalisasi Yang Lazim Terjadi

1. Diare b/d imflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai dengan :
- Peningkatan bunyi usus/peristaltik.
- Defakasi sering dan berair (fase akut)
- Perubahan warna feses.
- Nyeri abdomen tiba-tiba, kram.
Tujuan :
- Keluarga akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi kembali normal.
- Keluarga akan mampu mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.

Intervensi :
a. Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan faktor pencetus.
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
b. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
R/ : Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi. Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan tangan.
c. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.
R/ : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien.
d. Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare.
R/ : Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus.
e. Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
R/ : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Antikolinergik.
R/ : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare.
- Steroid
R/ : Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi.
- Antasida
R/ : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis.
- Antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif lokal.
g. Bantu/siapkan intervensi bedah.
R/ : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan medik.

2. Resiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas.
Tujuan :
Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.

Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL.
R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b. Observasi TTV.
R/ : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
c. Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.
R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
d. Ukur BB tiap hari.
R/ : Indikator cairan dan status nutrisi.
e. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.
R/ : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
f. Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung
R/ : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia.
- Anti diare.
R/ : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
- Antiemetik
R/ : Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut.
- Antipiretik
R/ : Mengontrol demam. Menurunkan IWL.
- Elektrolit tambahan
R/ : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi ditandai dengan:
- Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk.
- Bunyi usus hiperaktif.
- Konjungtiva dan membran mukosa pucat.
- Menolak untuk makan.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil atau peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

Intervensi :
a. Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.
b. Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.
R/ : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
c. Anjurkan istirahat sebelum makan.
R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
d. Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan.
R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.
f. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.
R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.
g. Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet.
R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
h. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat.
R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan.
i. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Preparat Besi.
R/ : Mencegah/mengobati anemi.
- Vitamin B12
R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi SDM/memperbaiki anemia.
- Asam folat.
R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan masukan/absopsi.
- Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
R/ : Program ini mengistirahatkan GI sementara memberikan nutrisi
penting.

4. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :
- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar.
- Perilaku distraksi, gelisah.
- Ekspresi wajah meringis
- Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
- Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.
- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi :
a. Dorong klien/keluarga untuk melaporkan nyeri yang dialami oleh klien.
R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik.
b. Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
R/ : Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.
c. Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.
R/ : Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
d. Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/ menghilangnya nyeri.
R/ : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
e. Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas senggang.
R/ : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
f. Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV.
R/ : Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.
g. Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
R/ : Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram.
h. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Analgesik
R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose penyembuhan.
- Antikolinergik
R/ : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.
- Anodin supp.
Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme.

5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan ditandai dengan :
- Eksaserbasi penyakit tahap akut.
- Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan.
- Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup.
- Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
- Orang tua akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan kecemasan sampai tingkat mudah ditangani.
- Orang tua akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat menerimanya.

Intervensi :
a. Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain.
b. Dorong orang tua untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik.
R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalammengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf.
c. Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring, pembatasan masukan peroral dan posedur.
R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan.
d. Berikan lingkungan tenang dan istitahat.
R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan.
e. Dorong orang tua untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.
f. Bantu orang tua untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.
R/ : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien.
g. Bantu orang tua belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress, keterampilan organisasi.
R/ : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan kontrol penyakit.

6. Kurang pengetahun orang tua (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan :
- Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep.
- Tidak akurat mengikuti instruksi.
- Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
- Orang tua akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
- Orang tua akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk menerimanya.
- Orang tua akan berpartisipai dalam program pengobatan.
- Orang tua akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.

Intervensi :
a. Kaji persepsi orang tua tentang proses penyakit yang diderita anaknya.
R/ : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu.
b. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab. Dorong orang tua untuk mengajukan pertanyaan.
R/ : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan orang tua kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep.
c. Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan
kemungkinan efek samping.
R/ : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
d. Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik.
R/ : Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.

C. Implementasi (Pelaksanaan dari Intervensi)

D. E v a l u a s i

Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama diare dikatakan berhasil/efektif jika :
1. Klien mampu menampakkan hilangnya diare melalui fungsi usus optimal/stabil.
2. Komplikasi minimal/dapat dicegah.
3. Stres mental/emosi keluarga (orang tua) minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif.
4. Orang tua mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi berulangnya penyakit.

Congestive Heart Failure (CHF)

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

1. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Congestive Heart Failure (CHF)/gagal jantung adalah keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

B. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung congenital maupun didapat.
Keadaan-keadaan yang menyebabkan gagal jantung:

a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arteriosklerosis koroner, hipertensi aterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

b. Arteriosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung efek hipertropi miokard dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan mengakibatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertropi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal dan akhirnya terjadi gagal jantung,

d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup: gangguan aliran darah melalui jantung (misal: stenosis katup semiluner), ketidakmampuan katup umum mengisi darah (misal perikarditas konstritif atau stenosis katup Av)

f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam tindoksikosis denanemia) meningkatnya curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik, juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

C. Manifestasi Klinik

a. Dispneu atau perasaan sulit bernafas
Ini disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskuler paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru
b. Dispnoe pada saat berbaring
Disebabkan oleh redistribusi aliran darah dan bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.
c. Dispnoe nocturnal paroksismal atau mendadak terbangun karena dispnoe, dipacu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial
d. Batuk non produktif terjadi sekunder dari kongesti paru-paru terutama pada posisi berbaring.
e. Ronchi akibat transudasi cairan paru-paru
f. Demam ringan dan keringat yang berlebihan akibat dari vasokontriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepas panas.
g. Kulit pucat, vasokontriksi perifer akibatnya darah dialihkan dari organ-organ non vital demi mempertahankan fungsi ke jantung, otak, dan lain-lain.
h. Sianosis  akibat penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatkan kadar Hb terdeteksi.
i. Kelemahan dan keletihan akibat perfusi yang kurang dari otot-otot rangka
j. Bunyi gallop ventrikel atau S3  terdengar/terjadi selama diastolik awal dan disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak luntur
k. Pada ECHO  jantung membesar (cardiomegali)

D. Penatalaksanaan Medik

Tujuan dasar penatalaksanaan medik gagal jantung adalah sebagai berikut:
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Manfaatkan kekuatan dan ekstensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic, diet dan istirahat
Terapi farmakologis:
- Glikosida jantung dan digitalis
- Diuretik
- vasodilator

E. Komplikasi

- Syok kardiogenik
- Episode tramboemboli
- Efusi dan tamponade perikardium

2. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan

a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang hari
Insomnia, nyeri dada dengan aktivitas
Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
Tanda : gelisah, perubahan status mental, misal: letargi
Tanda vital berubah pada aktivitas

b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, infark miokard baru/akut, episode gagal jantung kronik sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokaritis, SLE, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD: mungkin rendah (gagal pemompaan); norma (GJK ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan/peningkatan TVS)
Tekanan nadi: mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume sekuncup frekuensi jantung: takikardia (gagal jantung kiri)
Irama jantung: disritmia
Bunyi jantung: S3 (gallop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi.
Warna: pucat, sianotik
Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
Hepar: pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis
Bunyi nafas: kreker, ronchi
Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas, DVJ

c. Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut
Stress yang berhubungan dengan penyakit/keprihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda : berbagai manifestasi perilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan, mudah tersinggung.

d. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap
Berkemih malam hari (rakturia)
Diare/konstipasi

e. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Penambahan berat badan signifikan
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak
Diet tinggi garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein penggunaan diuretic.
Tanda : penambahan berat badan cepat
Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, tekanan, pitting)

f. Hygiene
Gejala : keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal

g. Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda : letargi, kusut pikir, disorientasi
Perubahan perilaku, mudah tersinggung

h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis
Nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot
Tanda : tidak tenang, gelisah
Fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri

i. Pernafasan
Gejala : dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal.
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
Riwayat penyakit paru kronis
Penggunaan penyakit paru kronis
Penggunaan bantuan pernafasan, misal: oksigen atau medikasi
Tanda : pernafasan: takipnea, nafas dangkal, pernafasan labored: penggunaan otot aksesori pernafasan, hasal faring
Batuk: kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus-menerus dengan/tanpa pembentukan sputum
Sputum: mungkin bersemu darah, merah mudah/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi nafas: mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan mengi
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan
Warna kulit: pucat atau sianosis

j. Keamanan
Gejala : perubahan dalam fungsi mental
Kehilangan kekuatan/tonus otot
Kulit lecet

k. Interaksi sosial
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan

l. Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa menggunakan otot-otot jantung, misal: penyekat saluran kalsium
Tanda : bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan

B. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian data fokus:
Sistem pernafasan
- Hidung simetris kiri dan kanan
- Tidak terdapat pernafasan cuping, tidak terdapat sekret pada hidung
- Pembesaran kelenjar leher tidak ada
- Dada: bentuk bulat, gerakan dada simetris kiri/kanan
- Bunyi nafas bronchovesikuler
Sistem kardiovaskuler
- Konjungtiva tidak anemis, bibir sianosis
- Arteri corotis teraba
- Vena jugularis setinggi clavikula
- Suara jantung tambahan: S3 dan S4

C. Test Diagnostik

a. EKG: hipertropi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisma ventrikular.
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
c. Scan jantung: (multigated acquisition (MUGA): tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Roentgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan pulmonal.
f. Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongesti hepar
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan ginjal, terapi diuretic
h. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan pCO2 (akhir)
i. BUN, kreatinin: peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal
j. HSD: mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan menandakan retensi air
k. Kecepatan sedimentasi (ESR): mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokardial ditandai dengan:
- Takikardia, disritmia, perubahan gambaran pola EKG
- Hipotensi/hipertensi
- Bunyi jantung ekstra (S3, S4)
- Penurunan haluaran urine
- Nadi perifer tidak teraba
- Kulit dingin, kusam, diaforesis
- Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada
Tujuan: menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung

Intervensi:
a. Auskultasi nadi perifer
Rasional : biasanya terjadi takikardia
b. Catat bunyi jantung
Rasional : irama galkop umum S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan turunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis dan posubial
d. Pantau tekanan darah
Rasional : pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan turunnya perfusi perifer, sianosis dapat terjadi sebagai refraktori
f. Pantau haluaran urine
Rasional : ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium
g. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang: menjelaskan manajemen medik/keperawatan, membantu pasien menghindari stres
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung
h. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat dapat meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi ditandai dengan:
- Kelemahan, kelelahan
- Perubahan tanda vital, adanya disritmia
- Dispnea, pucat, berkeringat
Tujuan: klien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri dengan kriteria
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.

Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostarik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung.
b. Carat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat disritmia. dispnea. berkeringat, pucat.
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Kaji prespirator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat. Nyeri dan program penuh stres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
d. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
e. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat,
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stres miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
f. Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung di bawah stres, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air ditandai dengan:
- Ortopnea, bunyi jantung S3
- Oliguria, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
- Peningkatan berat badan, hipertensi
- Distres pernafasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.

Intervensi:
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari di mana diuresis terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi Fowler selama fase akut.
Rasional : Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Buat jadwal pemasukan cairan
Rasional : Melibatkan pasien dalam program terapi.
e. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Catat ada atau tidak hilangnya edema sebagai respons terhadap terapi
f. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan atau tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
Rasional : Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki atau mata kaki. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah retensi.
g. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan
Rasional : Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru
h. Pantau TD dan CVP
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
i. Pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat yang benar akan membantu proses penyembuhan.

4. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan: Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentan normal dan bebas gejala distress pernafasan

Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi sering.
Rasional : membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi Fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal
e. Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
g. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : membantu proses penyembuhan .

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/gagal ditandai dengan:
- Pertanyaan
- Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
- Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
Tujuan: mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi

Intervensi:
1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan pasien dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dan GJK
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan
2. Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat di antara aktivitas.
Rasional : Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal dan tertulis.
Rasional : Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
5. Anjurkan makan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
6. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko dan faktor.
Rasional : Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/komplikasi.
7. Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh edema, demam, hemoptisis.
Rasional : Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan kesehatan dan mencegah komplikasi.
8. Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk bertanya.
Rasional : Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping dan kapasitas dukungan pasien dan orang terdekat.
9. Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis.
Rasional : Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat mencegah toksisitas/perawatan di rumah sakit.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Reaksi Transfusi

REAKSI TRANSFUSI

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Reaksi transfusi adalah suatu pengrusakan secara imunologik sel-sel darah merah yang inkompatibel yang diperoleh melalui transfusi darah. Reaksi yang terjadi dapat berupa reaksi pirogen, reaksi alergi, reaksi hemolitik, atau transmisi penyakit-penyakit infeksi.

2. ETIOLOGI

 Reaksi pirogen
Disebabkan oleh sensitivitas terhadap sel darah putih, trombosit, atau protein plasma donor. Sering dijumpai pada penderita yang pernah ditransfusi sebelumnya atau wanita yang pernah melahirkan anak.

 Reaksi alergi
Penyebab reaksi ini diperkirakan akibat sensitivitas terhadap protein darah yang ditransfusikan, atau transfer pasif antibodi dari donor yang bereaksi dengan berbagai antigen yang dipaparkan kepada resipien.

 Reaksi hemolitik
Dapat disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah, inkompatibilitas plasma atau serum, dan pemberian cairan nonisotonik.

 Transmisi penyakit infeksi
Penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi darah meskipun telah dilakukan penyaringan donor dan pengujian darah sebelum transfusi, antara lain:
 Hepatitis
 Malaria
 Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS)

3. MANIFESTASI KLINIK

 Reaksi segera yang mengancam nyawa terjadi pada ketidakcocokan ABO. Manifestasinya antara lain adalah:
 Kemerahan pada wajah yang segera timbul
 Rasa hangat di vena yang menerima darah
 Demam dan menggigil
 Nyeri dada dan pinggang
 Nyeri abdomen disertai mual dan muntah
 Penurunan tekanan darah disertai peningkatan kecepatan denyut jantung
 Sesak napas (dispnu)
 Reaksi transfusi terhadap sel darah putih bersifat lebih ringan dan biasanya berupa demam dan kadang-kadang menggigil.

4. KOMPLIKASI

 Dapat terjadi gagal ginjal akibat terbentuknya silinder sel darah merah dan sumbatan hemoglobin pada nefron.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar bilirubin meningkat, ikterus, dan hemoglobinuria. Akhirnya dapat terjadi oliguria dan retensi nitrogen yang akan menimbulkan uremia.

6. PENATALAKSANAAN

 Reaksi pirogen
Pasien harus diselimuti dan bila mungkin berikan air hangat (minum). Reaksi pirogen biasanya tidak begitu berbahaya.
 Reaksi alergi
 Transfusi segera dihentikan.
 Berikan epinefrin 1:1.000 sebanyak 0,5-1 ml subkutan (bila perlu berikan 0,5-0,2 ml IV setelah diencerkan dulu).
 Berikan antihistamin, misalnya difenhidramin 50 mg IM.
 Preparat kortikosteroid parenteral.
 Reaksi hemolitik
 Hentikan transfusi.
 Berikan diuretik untuk mencegah terjadinya nekrosis tubular akut.
 Manitol 10% 10-15 menit diberikan sebanyak 1.000 ml.
 Jika terdapat anuria, kemungkinan besar terjadi gagal ginjal. Pengobatan dilakukan terhadap gagal ginjal akut. Penting diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Lakukan pemeriksaan ulang darah donor dan resipien (cross-matched).

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Kaji adanya reaksi alergi, mis: kemerahan, urtikaria (biduran) atau gatal-gatal menyeluruh, wheezing, anafilaksis.
 Kaji adanya reaksi hemolitik akut, mis:
 Kemerahan pada wajah
 Rasa hangat di vena yang menerima darah
 Demam dan menggigil
 Nyeri dada dan pinggang
 Nyeri abdomen disertai mual dan muntah
 Penurunan tekanan darah disertai peningkatan kecepatan denyut jantung
 Sesak napas (dispnu)
 Reaksi hemolitik tertunda:
 Biasanya terjadi 2 – 14 hari
 Ditandai dengan demam
 Ikterik ringan
 Penurunan terhadap Hb.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
2. Risiko tinggi infeksi b/d jalur akses vaskular.
3. Keracunan b/d toksisitas sitrat.
4. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh b/d infeksi.
5. Risiko tinggi cedera b/d reaksi infus ulang.
6. Kurang pengetahuan b/d risiko transfusi.

III. INTERVENSI

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
Tujuan : TV dipertahankan dalam parameter yang ada untuk mempertahankan perfusi sistemik.
Intervensi :
1) Monitor dan catat masukan dan haluaran.
2) Kaji dan laporkan tanda dan gejala hipovolemia: penurunan TD dan haluaran urin, takikardia, kelemahan, nadi halus, keluhan haus, penurunan CVP, PCWP.
3) Observasi perdarahan dari selang dada.
4) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium: Hb dan Ht tiap 4 jam sesuai indikasi.

2. Risiko tinggi infeksi b/d jalur akses vaskular.
Tujuan : Mencegah infeksi nosokomial.
Intervensi :
1) Gunakan teknik steril ketat selama penampungan dan infus ulang darah autolog.
2) Infus ulang darah autolog dalam waktu 4-6 jam dari awal penampungan darah.
3) Kaji gejala infeksi: peningkatan suhu, peningkatan SDP, eritema, drainase pada sisi akses.
4) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

3. Keracunan b/d toksisitas sitrat.
Tujuan : Mencegah respon toksik pada antikoagulan.
Intervensi :
1) Kaji pasien terhadap peningkatan risiko yang disebabkan oleh hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis, hipotermia, disfungsi miokard dan disfungsi hepar dan ginjal.
2) Monitor hipotensi, disritmia dan kontraktilitas miokard, bila lebih dari 2000 ml darah dengan koagulan CPD diberikan lebih dari periode 20 menit.
3) Kolaborasi pemberian kalsium klorida profilaktik sesuai indikasi.
4) Perlambat dan hentikan infus CPD, perbaiki asidosis.
5) Monitor toksisitas dengan gas darah sering dan kadar kalsium serum.

4. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh b/d infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh tetap dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Periksa suhu sebelum dan sesudah infus ulang.
3) Periksa dan catat suhu tiap satu jam.
4) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
5) Pertahankan teknik aseptik pada semua prosedur.

5. Risiko tinggi cedera b/d reaksi infus ulang.
Tujuan : Transfusi akan terjadi tanpa komplikasi.
Intervensi :
1) Periksa format identifikasi pasien dan label sebelum infus ulang.
2) Infus ulang dalam 4-6 jam dari mulainya penampungan.
3) Observasi tanda reaksi hemolitik, mis: demam, menggigil, hipotensi, nyeri pada akses IV, nyeri punggung, dispnea, kemerahan pada wajah, hemoglobinuria, penurunan haluaran urin.
4) Kaji pernapasan terhadap frekuensi, kedalaman, regulasi, dan ekspansi dada.
5) Kaji GDA untuk adanya pertukaran gas adekuat.
6) Observasi dan catat tanda koagulasi, mis: hematuria, peningkatan perdarahan dari selang dada, rembesan perdarahan luka.

6. Kurang pengetahuan b/d risiko transfusi.
Tujuan : Menyatakan pengetahuan tentang taransfusi autolog dan hemolog serta risiko yang berhubungan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan.
2) Berikan informasi yang relevan pada risiko transfusi dan keuntungannya.
3) Dorong untuk mengungkapkan masalah tentang risiko dan prosedur.
4) Beri penyuluhan pada pasien dan keluarga.
5) Kaji tingkat ansietas karena transfusi.

IV. EVALUASI

1. TV dipertahankan dalam parameter yang ada untuk mempertahankan perfusi sistemik.
2. Mencegah infeksi nosokomial.
3. Mencegah respon toksik pada antikoagulan.
4. Suhu tubuh tetap dalam batas normal.
5. Transfusi akan terjadi tanpa komplikasi.
6. Menyatakan pengetahuan tentang taransfusi autolog dan hemolog serta risiko yang berhubungan.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Vol 1. EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Anemia Defisiensi Vitamin B12

ANEMIA DEFISIENSI VITAMIN B12

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Anemia pernisiosa adalah anemia makrositik normokromik yang terjadi akibat defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA di dalam sel darah merah dan untuk fungsi saraf. Vitamin B12 terdapat dalam makanan dan diserap melalui lambung ke dalam darah. Suatu hormon lambung, faktor intrinsik, penting untuk penyerapan vitamin B12.

2. ETIOLOGI

Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-penyakit autoimun lainnya. Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah juga akan menyebabkan defisiensi faktor intrinsik. Kekurangan vitamin B12 karena faktor intrinsik ini tidak dijumpai di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsik karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat.

3. MANIFESTASI KLINIK

Didapatkan adanya anoreksia, diare, dispepsia, lidah yang licin, pucat, dan agak ikterik. Terjadi gangguan neurologis, biasanya dimulai dengan parestesia, lalu gangguan keseimbangan, dan pada kasus yang berat terjadi perubahan fungsi serebral, demensia, dan perubahan neuropsikiatrik lainnya.

4. KOMPLIKASI

 Anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung, terutama pada orang tua.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sel darah merah besar-besar (makrositik), MCV > 100 fmol/l, neutrofil hipersegmentasi. Gambaran sum-sum tulang megaloblastik. Sering ditemukan dengan gastritis atrofi (dalam jangka waktu lama dikaitkan dengan peningkatan risiko karsinoma gaster), sehingga menyebabkan aklorhidria. Kadar vitamin B12 serum kurang dari 100 pg/ml.

6. PENATALAKSANAAN

Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12. vegetarian dapat dicegah atau ditangani dengan penambahan vitamin per oral atau melalui susu kedelai yang diperkaya. Apabila, defisiensi disebabkan oleh defek absorpsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik, dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

Pada awalnya, B12¬ diberikan tiap hari, namun kemudian kebanyakan pasien dapat ditangani dengan pemberian vitamin B12 100 g IM tiap bulan. Cara ini dapat menimbulkan penyembuhan dramatis pada pasien yang sakit berat. Hitung retikulosit meningkat dalam satu minggu dan hitung darah menjadi normal dalam beberapa minggu. Lidah akan membaik dalam beberapa hari. Manifestasi neurologis memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh; apabila terdapat neuropati berat, paralisis dan inkontinensia, pasien mungkin tidak dapat sembuh secara penuh.

 Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat dikoreksi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise umum, kehilangan produktivitas; penurunan semangat untuk bekerja, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda: Takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat, letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.

 Sirkulasi
Gejala: Riwayat kehilangan darah kronis, mis: perdarahan GI kronis, angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan), riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda: TD: peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Disritmia: abnormalitas EKG, mis: depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (Catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan); kulit seperti berlilin, pucat. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi). Rambut: kering, mudah putus, menipis; tumbuh uban secara prematur.

 Integritas ego
Gejala: Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis: penolakan transfusi darah.
Tanda: Depresi.

 Eliminasi
Gejala: Riwayat pielonefritis, gagal ginjal, hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare atau konstipasi, penurunan haluaran urine.
Tanda: Distensi abdomen.

 Makanan/cairan
Gejala: Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring), mual/muntah, dispepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.
Tanda: Lidah tampak merah daging/halus, membran mukosa kering, pucat, stomatitis dan glositis.

 Higiene
Tanda: Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.

 Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/ kaki; klaudikasi, sensasi menjadi dingin.
Tanda: Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis. Mental: tak mampu berespons lambat dan dangkal. Oftalmik: hemoragis retina. Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi, tanda Romberg positif, paralisis.

 Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen samar.

 Pernapasan
Gejala: Riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda: Takipnea, ortopnea, dan dispnea.

 Keamanan
Gejala: Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, mis: benzen, insektisida, fenilbutazon, naftalen. Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan/atau panas. Transfusi darah sebelumnya, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda: Demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.

 Seksualitas
Gejala: Hilang libido (pria dan wanita), impoten.
Tanda: Serviks dan dinding vagina pucat.

 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Kecenderungan keluarga untuk anemia. Penggunaan antikonvulsan masa lalu/saat ini, antibiotik, agen kemoterapi (gagal sumsum tulang), aspirin, obat antiinflamasi, atau antikoagulen. Penggunaan alkohol kronis. Riwayat penyakit hati, ginjal; masalah hematologi; penyakit seliak atau penyakit malabsorpsi lain; enteritis regional; manifestasi cacing pita; poliendokrinopati; masalah autoimun (mis: antibodi pada sel parietal, faktor intrinsik, antibodi tiroid dan sel T). Pembedahan sebelumnya, mis: splenektomi; eksisi tumor; penggantian katup prostetik; eksisi bedah duodenum atau reseksi gaster, gastrektomi parsial/total. Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau perdarahan; infeksi kronis, (RA), penyakit granulomatus kronis, atau kanker (sekunder anemia).

Perimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,6 hari.
Rencana pemulangan: Dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan (injeksi); aktivitas perawatan diri dan/atau pemeliharaan rumah, perubahan rencana diet.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
2. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan mobilitas dan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia).
5. Diare b/d perubahan proses pencernaan.
6. Risiko infeksi b/d pertahanan utama dan sekunder tidak adekuat.
7. Kurang pengetahuan b/d salah interpretasi informasi.

III. INTERVENSI

1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan : Menunjukkan perfusi adekuat, mis: tanda vital stabil; membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti biasa.

Intervensi :
1) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
R/ Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontraindikasi bila ada hipotensi.
3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R/ Vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
4) Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan termometer.
R/ Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
5) Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
R/ Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan risiko perdarahan.
6) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.

2. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).

Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons terhadap aktivitas (mis: peningkatan denyut jantung/TD, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya).
R/ Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
3) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan.
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
R/ Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan.
5) Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.
R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.
6) Gunakan teknik penghematan energi, mis: mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas.
R/ Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
7) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
R/ Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.

Intervensi :
1) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
R/ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
2) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.
R/ Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
3) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus, dan gejala lain yang berhubungan.
R/ Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
4) Konsul pada ahli gizi.
R/ Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
5) Pantau pemeriksaan laboratorium, mis: Hb/Ht, BUN, albumin, protein, transferin, besi serum, B12, asam folat, TIBC, elektrolit serum.
R/ Meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
6) Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas, atau terlalu asam sesuai indikasi.
R/ Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi pasien.
7) Berikan obat sesuai indikasi, vitamin dan suplemen mineral, mis: sianokobalamin.
R/ Kebutuhan penggantian dan diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi.

4. Risiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan mobilitas dan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia).
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.

Intervensi :
1) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur.
R/ Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
3) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
R/ Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi.
4) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
R/ Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5) Gunakan alat pelindung, mis: kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung tumit/siku, dan bantal sesuai indikasi.
R/ Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

5. Diare b/d perubahan proses pencernaan.
Tujuan : Fungsi usus kembali ke pola normal.

Intervensi :
1) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah.
R/ Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi yang tepat.
2) Auskultasi bunyi usus.
R/ Bunyi usus secara umum meningkat pada diare.
3) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
R/ Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
4) Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
R/ Membantu dalam mempertahankan status hidrasi.
5) Hindari makanan yang membentuk gas.
R/ Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
6) Berikan obat antidiare, mis: difenoxilat hidroklorida dengan atropin (Lomotil) dan obat pengabsorpsi air, mis: Metamucil.
R/ Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.

6. Risiko infeksi b/d pertahanan utama dan sekunder tidak adekuat.
Tujuan : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.

Intervensi :
1) Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
R/ Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
2) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
R/ Menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
3) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
R/ Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/ pengobatan.
4) Amati eritema/cairan luka.
R/ Indikator infeksi lokal. Catatan: pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
5) Berikan antiseptik topikal; antibiotik sistemik.
R/ Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal.

IV. EVALUASI

1. Menunjukkan perfusi adekuat, mis: tanda vital stabil; membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti biasa.
2. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
3. Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
4. Mempertahankan integritas kulit.
5. Fungsi usus kembali ke pola normal.
6. Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Ulkus Peptikum

ULKUS PEPTIKUM

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Ulkus peptikum adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval pada permukaan mukosa lambung sehingga kontinuitas mukosa lambung terputus pada daerah tukak.

2. ETIOLOGI

Ulkus peptikum biasanya disebabkan oleh hipersekresi asam lambung, namun ini hanya merupakan salah satu faktor penyebab. Ulkus peptikum bisa pula disebabkan oleh:
 Dekstruksi mukosa lambung
 Obat-obatan (aspirin)
 Zat-zat perangsang (alkohol/kafein)
 Stress, emosi
 Helicobacter pylori

3. MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis utama Ulkus peptikum adalah nyeri opigastrium yang intermittent, yang secara khas akan mereda setelah makan atau menelan antasida. Nyeri timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung keadaan kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan nyeri teriris, terbakar atau rasa tidak nyaman. Remisi dan ekasorbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen atas yang persisten.

Biasanya penderita tukak lambung akan mengalami penurunan BB secara umum penderita tukak gaster. Biasanya mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindrom keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, rasa penuh ulu hati, cepat merasa kenyang.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiogram dan barium.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Wawancara
 Riwayat Kesehatan Saat Ini
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
 Riwayat Kesehatan Keluarga
 Riwayat Psikososial Keluarga
 Kebutuhan Dasar (pola makan, pola minum, pola eliminasi BAK, pola tidur, pola eliminasi BAB, aktivitas sehari-hari).
 Pemeriksaan Fisik (keadaan umum, kulit, kepala, mata, leher, mulut dan tenggorokan, hidung, dada, sistem pernafasan, sistem endokrin, sistem gastrointestinal, sistem musculoskeletal, sistem neurologi, sistem kardiovaskuler).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d kerusakan kontinuitas mukosa lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurangnya intake oral.
3. Potensial perdarahan b/d kerusakan mukosa kapiler lambung.

III. INTERVENSI

1. Nyeri b/d kerusakan kontinuitas mukosa lambung.
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria: merasa rileks, mampu tidur/istirahat dengan tenang, nadi 80 x/menit, RR 20 x/menit.

Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi lamanya dan karakteristik nyeri serta faktor yang dapat memperburuk atau meredakan.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan hal yang penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi yang diberikan.
2) Beri dorongan untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan istirahat dan relaksasi.
R/ Relaksasi otot menurunkan peristaltic dan menurunkan nyeri gastritis.
3) Anjurkan klien untuk makan dengan teratur.
R/ Makanan yang mencukupi jumlah partikel dalam lambung membantu menetralisir keasaman sekresi lambung
4) Dorong klien untuk menghindari merokok dan menurunkan masukan minuman yang mengandung alkohol ataupun kafein, dan makan yang mengandung gas.
R/ Alkohol pada lambung yang kosong akan mengikis lapisan mukosa. Merokok menurunkan sekresi bikarbonat pankreas yang meningkatkan keasaman sedangkan mencerna kafein dapat merangsang sekresi asam lambung.
5) Masase daerah yang nyeri jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.
R/ Masase dapat meningkatkan relaksasi otot, memfokuskan perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
6) Kompres hangat pada daerah nyeri.
R/ Meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan relaksasi otot.
7) Berikan obat sesuai indikasi mis: analgesik, aseraminofen, antasida.
R/ Menghilangkan nyeri dan menurunkan aktivitas peristaltic, meningkatkan kenyamanan dan istirahat, menurunkan keasaman lambung.
8) Berikan dan lakukan perubahan diit.
R/ Berguna untuk membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurangnya intake oral.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria: intake nutrisi yang adekuat, selera makan meningkat, BB meningkat.

Intervensi:
1) Berikan makan sedikit tapi sering.
R/ Makan terlalu banyak mengakibatkan rangsangan berlebihan dan berulangnya gejala.
2) Diskusikan yang disukai klien dan masukkan dalam diet murni.
R/ Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi.
3) Bantu pasien dalam pemilihan makanan/cairan yang memenuhi kebutuhan nutrisi dan pembatasan bila diet dimulai.
R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan.
4) Timbang berat badan setiap hari sesuai dengan indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan yang adekuat.
5) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
R/ menurunkan rangsangan penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
6) Berikan obat sesuai indikasi antiemetik.
R/ Untuk menekan timbulnya rangsangan yang dapat menghambat intake oral.

3. Potensial perdarahan b/d kerusakan mukosa kapiler lambung.
Tujuan: Mencegah perdarahan dengan kriteria: klien merasa nyaman/ tenang, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan: hematonesis, pucat, kulit dingin, pusing, sianotik.

Intervensi:
1) Pantau terhadap darah samar pada aspirat lambung dan feses.
R/ Pengkajian yang sering dan cermat terhadap status dapat membantu mendiagnosa perdarahan sebelum status klien terganggu lebih parah.
2) Pantau pH lambung setiap 4 jam.
R/ Dengan mempertahankan pH lambung di bawah 5 telah menurunkan perdarahan.
3) Pantau tanda dan gejala hemoragi.
R/ Hemoragi adalah komplikasi paling umum dari penyakit Ulkus peptikum. Tanda dan gejala hemorogi dapat tersembunyi atau timbul secara bertahap dan cukup jelas dan massif.
4) Berikan obat sesuai indikasi.
R/ Pemberian obat yang sesuai dapat mengurangi adanya perdarahan.

IV. EVALUASI

1. Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria: merasa rileks, mampu tidur/istirahat dengan tenang, nadi 80 x/menit, RR 20 x/menit.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria: intake nutrisi yang adekuat, selera makan meningkat, BB meningkat.
3. Mencegah perdarahan dengan kriteria: klien merasa nyaman/ tenang, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan: hematonesis, pucat, kulit dingin, pusing, sianotik.

Hepatitis

HEPATITIS

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Hepatitis merupakan suatu proses peradangan pada jaringan hati yang memberikan gejala lemah badan, mual, kencing seperti air teh disusul dengan mata dan badan menjadi kuning.

Hepatitis virus merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh, walaupun efek yang terjadi pada hati. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen penyebab:
1. Virus Hepatitis A (HAV)
2. Virus Hepatitis B (HBV)
3. Virus Hepatitis C (HCV)
4. Virus Hepatitis D (HDV)
5. Virus Hepatitis E (HEV)

Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah HAV (Hepatitis A) dan HBV (Hepatitis B). Kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama, yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan nonparental.

2. ETIOLOGI

 Virus (penyebab terbanyak)
 Bakteri (Salmonella typi)
 Obat-obatan
 Racun (hepatoksik)
 Alkohol

3. MANIFESTASI KLINIK

 Ikterus
 Urine kecoklatan
 Kehilangan selera makan
 Mual dan muntah
 Demam
 Lelah
 Sakit kepala
 Nyeri pada kuadran kanan atas
 Mudah terangsang
 Feses (warna tanah liat)

4. KOMPLIKASI

Tidak semua pasien dengan hepatitis virus akan mengalami perjalanan penyakit yang lengkap. Sejumlah kecil pasien (kurang dari 1 %) memperlihatkan kemunduran klinis yang cepat setelah awitan ikterus akibat hepatitis fulminan dan nekrosis hati massif.

1. Hepatitis fulminan
Dicirikan oleh tanda dan gejala gagal hati akut, penciukan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemajangan waktu protrombin yang sangat nyata dan koma hepatic.

2. Hepatitis kronik persisten
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai di mana perjalanan penyakit memanjang hingga 4 – 8 bulan, namun pasien akan sembuh kembali.

3. Hepatitis virus akut
Pasien mengalami kekambuhan setelah serangan awal yang biasanya dihubungkan dengan minum alkohol atau aktivitas fisik yang berlebihan.

4. Hepatitis agresif atau kronik aktif
Di mana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti (piecemeal) dan perkembangan sirosis.

5. Karsinoma hepatoseluler
Merupakan komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna yang disebabkan oleh dia faktor yang berkaitan dengan patogenesisnya yaitu infeksi HBV kronik dan sinosis terkait.

5. PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit hepatitis virus. Pengobatan terutama bersifat suportif dan termasuk:
 Beristirahat
Pasien yang sangat keletihan membutuhkan sering istirahat dan membuat interval sering istirahat.
 Nutrisi yang adekuat (prioritas utama)
Anjurkan diit karbohidrat tinggi untuk mensuplai kalori yang cukup. Pemberian makanan melalui IV hanya diperlukan apabila pemasukan peroral terbatas karena mual dan muntah.
 Mencegah terjadinya stress lebih lanjut pada hepar dengan menghindari bahan-bahan dan obat-obat hepatotoksik.
Hepatitis toksik ditangani terutama dengan menghindari penyebabnya.
 Setelah terpajan terhadap virus hepatitis A, imunisasi pasif dapat dicapai melalui penggunaan serum globulin imun yang mengandung anti HAV dengan jumlah yang adekuat.

Pemajanan hepatitis B seperti pada tertusuk jarum, imunoprofilaksis pasif dapat dicapai dengan menggunakan titer tinggi anti HBS globulin imun hepatitis B (HBIG). (Tindakan ini hanya dianjurkan pada pasien beresiko tinggi pasca pemajanan inokulasi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Data tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati.
• Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise umum
• Sirkulasi
Tanda : Bradikardia (hiperbiliurinemia berat)
Ikteri pada sklera, kulit, membran mukosa.
• Eliminasi
Gejala : Urine gelap
Diare/konstipasi: feses warna tanah liat
Adanya/berulangnya hemodialisisa
• Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema)
Mual/muntah
Tanda : Asites
• Neurosensori
Tanda : peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
• Nyeri/kenyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
Mialgia, artralgia, sakit kepala
Gatal (pruritus)
Tanda : Otot tegang, gelisah
• Pernafasan
Gejala : Tidak minat/enggang merokok (perokok)
• Keamanan
Gejala : Adanya transfusi darah/predok darah
Tanda : Demam
Urtikaria, lesimakula popular, eritema tak beraturan
Angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia (kadang-kadang ada pada hepatitis alkoholik)
Sptenomegali, pembesaran nodus servikal posterior
• Seksualitas
Gejala : pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpajan (contoh homoseksual aktif/biseksual pada wanita)
• Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat diketahui/mungkin terpajan pada virus, bakteri atau toksin
• Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6 – 7 hari

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, penurunan kekuatan/ ketahanan; nyeri.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d gangguan absorpsi dan metabolisme pencernaan makanan; penurunan peristaltic, empedu tertahan.

III. INTERVENSI

1. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, penurunan kekuatan/ ketahanan; nyeri.
Tujuan: Klien akan menunjukkan perbaikan toleransi aktivitas.
Intervensi:
1) Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai kebutuhan.
R/ Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal kasal hati.
2) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R/ Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
3) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.
R/ Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
4) Dorong penggunaan teknik manajemen stress, mis: relaksasi.
R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan koping.
5) Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati.
R/ Menunjukkan kurangnya resolusi/eksasorbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut. Mengganti program terapi.
6) Berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi tergantung pada pemajangan.
R/ Membuang agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan jaringan.
7) Berikan obat sesuai indikasi: sedative, agen antiansietas, contoh diazepam (valium), larozepam (artisan).
R/ Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d gangguan absorpsi dan metabolisme pencernaan makanan; penurunan peristaltic, empedu tertahan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi, menunjukkan peningkatan berat badan, bebas tanda malnutrisi.
Intervensi:
1) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering.
R/ Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia.
2) Berikan perawatan mulut sebelum makan.
R/ Menghilangkan rasa tidak enak. Dapat meningkatkan nafsu makan.
3) Anjurkan makan pada posisi tegak.
R/ Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
4) Dorong pemasukan sari jeruk. Minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari.
R/ Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna/toleran bila makanan lain tidak.
5) Konsul pada ahli gizi. Dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien. Dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi.
R/ Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu.
6) Berikan obat sesuai indikasi, mis: antiemetik (metalopramide/raglan), antasid, vitamin (B kompleks dan C).
R/ Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan, Kerja pada asam gaster, dapat menurunkan iritasi/resiko perdarahan, Memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.

IV. EVALUASI

1. Klien akan menunjukkan perbaikan toleransi aktivitas.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi, menunjukkan peningkatan berat badan, bebas tanda malnutrisi.