EMFISEMA
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus, dimana dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.
Ada 4 jenis emfisema yaitu:
Emfisema sentrilobuler (sentriasiner), mengenai ruang udara di bagian tengah lobulus.
Emfisema panlobuler (panasiner), mengenai seluruh ruang udara sebelah distal dari bronkiolus terminalis.
Emfisema paraseptal (distal asinus), mengenai ruang udara sebelah tepi lobus, terutama yang dekat dengan pleura.
Emfisema ireguler, secara tidak teratur mengenai asinus respiratorus.
2. ETIOLOGI
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam presentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-α1, yang merupakan suatu enzim inhibitir. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen) dan pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis.
3. PATOFISIOLOGI
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastis jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi kambahan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital (FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.
4. MANIFESTASI KLINIK
Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.
Penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus, sehingga kecepatan difusi oksigen dan karbon dioksida berkurang yang menimbulkan hipoksia dan hiperkapnia.
Takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat hipoksia dan hiperkapnia. Karena peningkatan kecepatan pernapasan pada penyakit ini efektif, maka sebagian besar individu yang mengidap emfisema tidak memperlihatkan perubahan yang bermakna dalam gas darah arteri sampai penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernapasan tidak dapat mengatasi hipoksia dan hiperkapnia. Akhirnya, semua nilai gas darah memburuk dan timbul hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis. Susunan saraf pusat dapat tertekan akibat tingginya kadar karbon dioksida (narkosis karbon dioksida).
Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronkitis kronik adalah pada emfisema tidak terjadi pembentukan mukus.
5. KOMPLIKASI
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru kronik, yang akhirnya menyebabkan kor pulmonale.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan fisik memberikan petunjuk awal pada masalah pasien. Pemeriksaan diagnostik lainnya termasuk rontgen dada. Pemeriksaan fungsi pulmonari (terutama spirometri), gas-gas darah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas pulmonari), serta hitung darah lengkap (HDL).
Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami pasien dalam mendorong udara keluar dari paru-paru. Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Rontgen dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukkan hipoksia ringan dan hiperkapnia.
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah perburukan keadaan. Emfisema tidak dapat disembuhkan. Pengobatan mencakup:
Mendorong pasien agar berhenti merokok.
Mengatur posisi dan pola bernapas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
Memberi pengajaran mengenai teknik-teknik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan energi.
Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar dapat menjalankan tugas sehari-hari.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, bunyi jantung redup, warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer, pucat dapat menunjukkan anemia.
Integritas ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala: Mual/muntah, napsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan, penurunan berat badan menetap.
Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.
Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
Pernapasan
Gejala: Napas pendek khususnya pada kerja, “lapar udara” kronis, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang, faktor keluarga dan keturunan, mis: defisiensi alfa-antitripsin, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas bibir, penggunaan otot bantu pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi, perkusi: hipersonan pada area paru, kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, warna: “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat, tabuh pada jari-jari.
Keamanan
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan, adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala: Penurunan libido.
Interaksi sosial
Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah, perubahan pengobatan/program terapeutik.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendir.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.
III. INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal, atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk yang efektif.
R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendirl.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.
R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.
Tujuan: Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada klien.
R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan bukan sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan subjektif status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif pekerjaan (jika memungkinkan).
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai digunakan untuk mencapai tujuan ini.
6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
IV. EVALUASI
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. EGC. Jakarta.
No comments:
Post a Comment