Thursday, October 21, 2010

Apendisitis

APENDISITIS

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas, atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja, atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya.

2. ETIOLOGI

Berbagai faktor dianggap sebagai predisposisi timbulnya apendisitis akut, termasuk fekolit (feses yang keras akibat dehidrasi dan pengerasan) dan residu makanan, hiperplasia limfoid (seperti yang terjadi pada anak disertai infeksi virus), divertikulosis apendiks, dan terdapatnya tumor karsinoid.

Radang spesifik dapat juga mengenai apendiks, dan yang paling sering akibat Yersinia pseudotuberculosis, tifoid, tuberkulosis dan aktinomikosis. Apendiks juga dapat terkena oleh kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.

3. PATOFISIOLOGI

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.

4. MANIFESTASI KLINIK

 Nyeri difus yang timbul mendadak di daerah epigastrium atau periumbilikus.
 Dalam beberapa jam, nyeri menjadi lebih terlokalisasikan dan dapat dijelaskan sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah.
 Nyeri lepas (nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari bagian yang sakit).
 Demam

5. KOMPLIKASI

Komplikasi apendisitis akut ialah keadaan yang terjadi akibat perforasi, seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia. Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang menyebabkan retensi mukus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptura dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium dan sinar-X. Hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm3 dan pemeriksaan altrasound dapat menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran udara terlokalisasi.

7. PENATALAKSANAAN

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Aktivitas/istirahat
Gejala: Malaise.
 Sirkulasi
Tanda: Takikardia.
 Eliminasi
Gejala: Konstipasi pada awitan awal.
Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, tak ada bising usus.
 Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
 Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada Mc Burney; meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
Tanda: Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi duduk tegak.
 Keamanan
Tanda: Demam (biasanya rendah).
 Pernapasan
Tanda: Takipnea, pernapasan dangkal.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi terjadinya infeksi b/d ruptur pada apendiks.
2. Nyeri akut b/d distensi jaringan usus oleh inflamasi.
3. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.

III. INTERVENSI

1. Risiko tinggi terjadinya infeksi b/d ruptur pada apendiks.
Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas dari tanda infeksi.
Intervensi :
1) Observasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental.
R/ Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
2) Lakukan mencuci tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Beri perawatan paripurna.
R/ Menurunkan risiko penyebaran bakteri.
3) Pantau insisi dan balutan, perhatikan adanya eritema.
R/ Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
4) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ Menurunkan penyebaran dan pertumbuhan mikroorganisme.

2. Nyeri akut b/d distensi jaringan usus oleh inflamasi.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10..
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Catat lokasi dan faktor-faktor pencetus nyeri.
R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan keefektifan asuhan.
3) Sarankan pasien untuk istirahat. Anjurkan posisi semi fowler.
R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman dan menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
4) Dorong pasien untuk melakukan ambulasi dini.
R/ Meningkatkan normalisasi fungsi organ.
5) Berikan aktivitas hiburan.
R/ Fokus perhatian kembali meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
6) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

3. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan : Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
R/ Memberikan informasi dan menilai pemahaman klien untuk merencanakan intervensi selanjutnya.
2) Berikan informasi yang tepat dan jujur pada pasien atau orang terdekat.
R/ Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan kecemasan.
3) Motivasi aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.
R/ Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat serta mempermudah kembali ke aktivitas normal.
4) Anjurkan menggunakan laksatif ringan bila perlu dan hindari enema.
R/ Membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi.
5) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, mis: peningkatan nyeri, edema luka, demam.
R/ Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius, mis: lambatnya penyembuhan.

IV. EVALUASI

1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas dari tanda infeksi.
2. Nyeri hilang atau terkontrol.
3. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan memahami tentang proses penyakit dan pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3. EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 1. EGC. Jakarta.

J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. EGC. Jakarta.

No comments:

Post a Comment