Wednesday, May 26, 2010
Kelainan Katup Jantung
KELAINAN KATUP JANTUNG
A. KONSEP DASAR
Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna (biasanya karena stenosis), akibatnya aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang. Bila katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai proses yang disebut regurgitasi atau insufisiensi.
Kelainan katup mitral dibagi menjadi beberapa kategori berikut:
Sindrom prolaps katup mitralis
Stenosis katup mitralis
Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi)
Kelainan katup aorta dikategorikan sebagai berikut:
Stenosis katup aorta
Insufisiensi katup aorta (regurgitasi)
SINDROM PROLAPS KATUP MITRALIS (MVP)
1. Definisi
Sindrom prolaps katup mitralis adalah disfungsi bilah-bilah katup mitralis yang tidak dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgitasi, sehingga darah merembes dari ventrikel kiri ke atrium kiri.
2. Manifestasi Klinik
Banyak orang yang mempunyai sindrom ini tapi tidak menunjukkan gejala. Terkadang gejala pertama kali ditemukan pada saat pemeriksaan fisik jantung, dengan ditemukannya bunyi jantung tambahan yang dikenal sebagai mitral click. Adanya klik merupakan tanda awal bahwa jaringan katup menggelembung ke atrium kiri dan telah terjadi gangguan aliran darah. Mitral klik dapat berubah menjadi murmur seiring dengan semakin tidak berfungsinya bilah-bilah katup. Dengan berkembangnya proses penyakit, bunyi murmur menjadi tanda terjadinya regurgitasi mitral (aliran balik darah). Prolaps katup mitral terjadi lebih sering pada wanita dibanding pria.
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis ditujukan untuk mengontrol gejala yang terjadi. Beberapa pasien mengalami disritmia yang mengganggu dan memerlukan antidisritmia, sedangkan yang lain mengalami gagal jantung ringan dan memerlukan terapi. Pada tahap lanjut, penggantian katup mungkin diperlukan.
Pasien dengan sindrom ini perlu diberi penyuluhan mengenai pentingnya terapi profilaksis antibiotik sebelum menjalani prosedur invasif (mis: perawatan gigi prosedur genitouriner atau gastrointestinal, terapi IV yang dapat menyebabkan masuknya bahan infeksius ke dalam sistem tubuh. Apabila klien merasa ragu mengenai faktor risiko dan perlunya antibiotika, maka anjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter.
STENOSIS KATUP MITRALIS (SM)
1. Definisi
Stenosis katup mitralis adalah penyempitan lubang katup antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
2. Etiologi
Stenosis katup mitralis biasanya disebabkan oleh pembentukan jaringan parut setelah demam rematik atau infeksi jantung lainnya.
3. Patofisiologi
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardi. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.
4. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung pada tingkat stenosis.
Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu (sesak napas) dan hipertensi paru.
Dapat terjadi rasa bergoyang dan kelelahan akibat penurunan pengeluaran ventrikel kiri. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat rangsangan simpatis.
Dapat terjadi hipertrofi atrium kiri sehingga timbul disritmia atrium dan gagal jantung kanan.
5. Pemeriksaan Penunjang
Dapat terdengar murmur jantung sistolik sewaktu darah masuk melalui orifisium yang menyempit.
Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan katup yang abnormal.
6. Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi. Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau ‘menyobek’ komisura katup mitral yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa kasus dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurangi beberapa gejala.
INSUFISIENSI KATUP MITRALIS (REGURGITASI) (IM)
1. Definisi
Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke atrium kiri dari ventrikel kiri melalui katup mitralis, yang terutama terjadi sewaktu ventrikel berkontraksi.
2. Etiologi
Insufisiensi mitralis terjadi akibat katup mitralis yang inkompeten. Katup mitralis gagal menutup sempurna sewaktu sistol ventrikel dimulai. Regurgitasi katup mitralis biasanya disebabkan oleh demam rematik, infeksi bakteri lainnya pada jantung, atau ruptur katup pada penyakit arteri koroner.
3. Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi anulus atau ruptur korda tendinea. Selama fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga terdapat darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
4. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung pada tingkat regurgitasi.
Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu dan hipertensi pulmonaris, apabila darah kembali ke sistem vaskular paru.
Penurunan curah jantung akibat penurunan volume sekuncup dapat menyebabkan rasa bergoyang dan kelelahan. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat perangsangan simpatis.
Hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri dapat terjadi, sehingga timbul gagal jantung kongestif.
5. Pemeriksaan Penunjang
Murmur jantung sistolik dapat didengar pada saat darah mendorong dengan kuat melewati katup.
Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur dan gerakan katup yang abnormal.
6. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik untuk mencegah reaktivasi reumatik dan timbulnya endokarditis infektif. Intervensi bedah meliputi penggantian katup mitral.
STENOSIS KATUP AORTA (SA)
1. Definisi
Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen katup di antara ventrikel kiri dan aorta.
2. Etiologi
Stenosis dapat disebabkan kelainan kongenital seperti aorta bikuspid dengan lubang kecil dan katup aorta unikuspid, yang biasanya menimbulkan gejala dini. Pada orang tua, penyakit jantung reumatik dan perkapuran merupakan penyebab tersering.
3. Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi.
4. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis dapat parah atau tidak muncul sama sekali, tergantung dari derajat stenosis.
Kongesti paru, disertai tanda-tanda dispnea dan hipertensi pulmonal, dapat terjadi jika aliran balik darah mencapai sistem vaskular paru.
Pusing dan kelemahan dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung dan isi sekuncup. Frekuensi jantung meningkat melalui rangsangan simpatis.
Hipertrofi ventrikel kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kongestif.
5. Pemeriksaan Penunjang
Murmur jantung sistolik terdengar seperti aliran darah yang dipaksa masuk melalui lumen yang sempit.
Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa struktur dan gerakan katup abnormal.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah penggantian katup aorta secara bedah. Terdapat risiko kematian mendadak pada pasien yang diobati saja tanpa tindakan bedah. Keadaan yang tak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung permanen yang tidak berespons terhadap terapi medis.
INSUFISIENSI KATUP AORTA (REGURGITASI) (IA)
1. Definisi
Insufisiensi katup aorta (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta selama diastol.
2. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan katup dan pangkal aorta juga bisa menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katup, dengan atau tanpa klasifikasi, yang umumnya merupakan sekuele dari demam reumatik.
3. Patofisiologi
Insufisiensi kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Kompensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang bisa menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada tahap kronik, faktor miokard primer atau lesi sekunder seperti penyakit koroner dapat menurunkan kontraktilitas miokard ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik. Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.
4. Manifestasi Klinik
Dapat diukur melebarnya tekanan paru.
Biasanya terdapat denyut karotis dan perifer yang hiperkinetik (sangat kuat).
Dapat timbul gejala-gejala gagal jantung.
5. Pemeriksaan Penunjang
Sering terdengar murmur jantung diastolik bernada tinggi.
Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan katup yang abnormal.
6. Penatalaksanaan
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk penggantian katup masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, pusing, rasa berdenyut, dispnea karena kerja, palpitasi, gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksismal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Tanda: Takikardi, gangguan pada TD, pingsan karena kerja, takipnea, dispnea.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh kerusakan atrial-septal, sindrom Marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal, riwayat murmur jantung, palpitasi, serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi sputum.
Tanda: Sistolik TD menurun (AS lambat). Tekanan nadi: penyempitan (SA); luas (IA). Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan dengan pulsasi arteri terlihat (IA). Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM); secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA). Getaran: Getaran diastolik pada apek (SM), getaran sistolik pada dasar (SA), getaran sistolik sepanjang batas sternal kiri; getaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang arteri karotis (IA). Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA). Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat). Bunyi ejeksi sistolik (SA). Bunyi sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok (MVP). Kecepatan: takikardi (MVP); takikardi pada istirahat (SM). Irama: tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM). Disritmia dan derajat pertama blok AV (SA). Murmur: bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik terdengar baik pada dasar dengan penyebaran ke leher (SA). Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik pada dasar (IA). DVJ: mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan. Warna/sianosis: kulit hangat, lembab, dan kemerahan (IA). Kapiler kemerahan dan pucat pada tiap nadi (IA).
Integritas ego
Gejala: Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar.
Makanan/cairan
Gejala: Disfagia (IM kronis), perubahan berat badan, penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum atau dependen, hepatomegali dan asites (SM, IM), hangat, kemerahan dan kulit lembab (IA), pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi.
Neurosensori
Gejala: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.
Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina (SA, IA), nyeri dada non-angina/tidak khas (MVP).
Pernapasan
Gejala: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda: Takipnea, bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal).
Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
Tanda: Perlu perawatan gigi/mulut.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan obat IV (terlarang) baru/kronis.
Pertimbangan pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,9 hari. Bantuan dengan kebutuhan perawatan diri, tugas-tugas rumah tangga/pemeliharaan, perubahan dalam terapi obat, susunan perabot di rumah.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
2. Risiko kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus.
3. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.
4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
III. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
Tujuan : Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
Intervensi :
1) Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
R/ Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi.
2) Pantau irama jantung sesuai indikasi.
R/ Disritmia umum pada pasien dengan penyakit katup.
3) Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.
4) Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat tidur.
R/ Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung.
5) Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/ Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.
6) Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
2. Risiko kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1) Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif), timbang berat badan tiap hari.
R/ Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung.
2) Catat laporan dispnea, ortopnea. Evaluasi adanya/derajat edema (dependen/umum).
R/ Terjadinya/teratasinya gejala menunjukkan status keseimbangan cairan dan keefektifan terapi.
3) Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/ Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
4) Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan bila diindikasikan.
R/ Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.
5) Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
R/ Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
6) Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).
R/ Dapat diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
7) Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.
R/ Menurunkan retensi cairan.
3. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.
Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol.
Intervensi :
1) Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan).
R/ Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
2) Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh kerja tiba-tiba, stres, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
3) Anjurkan pasien berespons tepat terhadap angina (contoh berhenti aktivitas yang menyebabkan angina, istirahat, dan minum obat antiangina yang tepat).
R/ Penghentian aktivitas menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung dan sering menghentikan angina.
4) Berikan vasodilator, contoh nitrogliserin, nifedipin (Procardia) sesuai indikasi.
R/ Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia (vasodilator) menurunkan angina sehubungan dengan iskemia miokardia.
4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan : Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.
Intervensi :
1) Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respons verbal dan non verbal.
2) Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
R/ Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.
3) Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/ Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
4) Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.
R/ Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.
5) Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
R/ Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
IV. EVALUASI
1. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
2. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
3. Nyeri hilang/terkontrol.
4. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
5. Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment